Menang Gugatan UU Tapera, KSBSI: Kita Kawal Prosesnya di DPR

Header Menu


Gadgets Review

Gadgets Review

Menang Gugatan UU Tapera, KSBSI: Kita Kawal Prosesnya di DPR

INFO PAJAR
Selasa, 30 September 2025



KSBSI mengajukan permohon/gugatan ke MK tanggal 9 Juli 2025 dan diputus setelah 1 tahun 3 bulan lebih berjuang di MK.

JAKARTA - INFOPAJAR.COM_
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) memenangkan gugatan judicial review atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat atau UU Tapera.

Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban mengatakan, telah terpublikasi luas kepada para pekerja/buruh dan seluruh rakyat Indonesia bahwa pada hari Senin, 29 September 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 telah menjatuhkan putusannya dengan membatalkan UU Tapera secara keseluruhan.

"Putusan ini lahir dari permohonan KSBSI di MK yang meminta UU Tapera dibatalkan karena sangat membebani pekerja/buruh dan masyarat Indonesia." ujarnya saat menggelar konferensi pers di kantor Pusat KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Menurut Wakil Ketua ITUC untuk wilayah Asia Tenggara ini menjelaskan terbitnya UU Tapera menjadi beban bagi Pekerja/buruh dan masyarat Indonesia yang dinilai tidak akan mampu membayar  iuran yang diwajibkan atau dipaksa membayar 3 persen dari upah atau penghasilan.

"Atas pembatalan UU Tapera ini tentu KSBSI, para pekerja/buruh, pekerja online, pekerja informal dan seluruh rakyat Indonesia patut memberi apresiasi kepada 9 hakim MK, karena hasil musywarahnya bulat membatalkan tanpa satu orang pun melakukan disenting opinion." urainya.

Elly mengakui, memperjuangkan pembatalan UU Tapera bukanlah pekerjaan yang mudah dan sebentar, melainkan sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Ia membeberkan, sejak lama buruh telah menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah dan DPR supaya UU Tapera ini dicabut namun tidak ditanggapi. Namun, buruh Indonesia dengan masif telah lama dan banyak melakukan unjuk rasa, loby, bahkan dialog sosial, tetapi tidak juga ditanggapi.

Sebagai upaya terakhir KSBSI mengajukan permohon/gugatan ke MK tanggal 9 Juli 2025 dan diputus setelah 1 tahun 3 bulan lebih berjuang di MK.

Oleh karena MK masih memberi kesempatan kepada pembentuk UU, yaitu DPR dan Presiden untuk menata ulang UU Perumahan yang baru sesuai Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, maka, Elly menegaskan, KSBSI akan tetap mengawal proses legislasinya di DPR.

"Perlu kami ingatkan bahwa materi muatan UU yang baru nanti tidak boleh lagi dibuat norma yang bersifat 'wajib', melainkan harus bersifat 'sukarela' sesuai putusan MK ini." tandasnya.

Melanggar Hak Konstitusional Rakyat

Diketahui, KSBSI mengajukan permohonan judicial review pada Selasa 9 Juli 2024. Gugatan itu terdaftar dalam perkara Nomor 96/PUU-XXII/2024. Perkara ini ditangani oleh Tim Kuasa Hukum dari LBH KSBSI yakni Harris Manalu SH, Saut Pangaribuan SH MH, Parulian Sianturi SH, Haris Isbandi SH, Abdullah Sani SH, Irwan Ranto Bakkara SH, Berliando Yulihardis S, SH, Oberlian Sinaga SH dan Tahan Simalango SH.

Materi gugatan KSBSI menyasar beberapa hal krusial dari pasal-pasal yang menjadi isi UU TAPERA yang memaksa pemotongan upah buruh dan pengusaha sebesar 3 persen.

Dalam.gugatannya KSBSI menegaskan, bahwa UU TAPERA melanggar hak konstitusional rakyat untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Upah masih kecil, belum mencapai kebutuhan hidup layak (rata-rata Rp. 2,9 juta);

2. Buruh dan pengusaha telah diwajibkan membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar (buruh 4 persen, dan pengusaha 11,74 persen);

3. Program Tapera tumpang tindih dengan program BPJS ketenagakerjaan;

4. Buruh sudah banyak memiliki rumah dengan cara mencicil;

5. Hubungan kerja PKWT yang setiap saat dapat di PHK;

6. PHK merajalela akibat perusahaan banyak tutup dan terseok-seok, dan pemudahan PHK dalam UU Cipta Kerja;

7. UU TAPERA diskriminatif (manfaat);

8. UU TAPERA membebani buruh untuk menanggung beban yang seharusnya menjadi beban Pemerintah untuk membiayai fakir miskin;

9. Inflasi tinggi.

Oleh karena itu, KSBSI menilai, UU TAPERA memberatkan Buruh dan sangat layak untuk ditolak, dicabut dan dibatalkan.

RED*