Sumatra Utara |INFOPAJAR.COM_
Akibat lemahnya koordinasi dan pengelolaan data, potensi pendapatan daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) periode 2017–2025 diperkirakan mencapai sedikitnya Rp7 miliar tidak tertagih.
SUMATERA UTARA, BATU BARA - Dewan Pengurus Cabang Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri Kab. Batu Bara, afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPC FSB NIKEUBA KSBSI) Prov. Sumatera Utara, menyoroti Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dijalankan sejak 2017 di Kab. Batu Bara, dinilai belum sepenuhnya berjalan efektif.
Dahnil Fahmi SH, Sekretaris DPC FSB NIKEUBA KSBSI Kab. Batu Bara mengatakan, berdasarkan hasil kajian dan temuan lapangan, ditemukan, adanya potensi kehilangan pendapatan daerah yang mencapai 7 miliar akibat lemahnya koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Perwakilan Kab. Batu Bara dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kab. Batu Bara.
Dahnil mengungkapkan, Kab Batu Bara berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2007, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten induk (Asahan-red), namun, sejak diresmikan pada 15 Juni 2007, Batu Bara, baru memiliki kantor perwakilan BPN pada tahun 2021. Namun begitu, hingga kini belum berstatus kantor pertanahan definitif.
Lemahnya Koordinasi
Menurut Dahnil, Program PTSL merupakan kebijakan nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah secara gratis. Program ini diatur dalam Permen ATR/BPN No. 12 Tahun 2017 dan diperkuat oleh Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018, untuk mempercepat pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
"Namun, hasil kajian di lapangan menunjukkan sejumlah persoalan di Batu Bara. Salah satunya, sertifikat tanah dapat diterbitkan meski Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) masih terutang atau nuggak, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Permen ATR/BPN." kata Dahnil, dalam keterangan resminya kepada Wartawan, Rabu (15/10/2025).
"Kondisi ini menyebabkan banyak warga pemilik sertifikat tidak mengetahui adanya kewajiban pajak yang belum dibayarkan." tandasnya.
Selain itu, sambung Danil, BPN Batu Bara disebut tidak pernah menyampaikan data wajib pajak BPHTB terutang kepada Pemerintah Kabupaten melalui Bapenda sebagaimana diamanatkan dalam regulasi. Data yang dimaksud meliputi identitas peserta, luas dan letak tanah, serta nomor sertifikat, yang seharusnya diserahkan setiap tiga bulan sekali.
“Akibat lemahnya koordinasi dan pengelolaan data, potensi pendapatan daerah dari BPHTB periode 2017–2025 diperkirakan mencapai sedikitnya Rp7 miliar tidak tertagih,” urainya.
Menurut Dahnil, Bapenda Batu Bara pun mengakui hingga kini belum memiliki data lengkap peserta PTSL yang seharusnya menjadi dasar penghitungan dan penetapan pajak daerah.
"Padahal, menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB merupakan salah satu ujung tombak sumber pendapatan asli daerah (PAD)." tukasnya.
Diberikan Sanksi
Berdasarkan temuan ini, Danil Fahmi menegaskan, ia mendesak agar BPN dan Bapenda Batu Bara segera melakukan rekonsiliasi data peserta PTSL periode 2017–2025, serta menindaklanjuti penagihan BPHTB terutang.
Selain itu, Kepala BPN Wilayah Sumut dan Bupati Batu Bara diminta memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang tidak menjalankan ketentuan peraturan dan Instruksi Presiden terkait program PTSL.
"Langkah ini diharapkan dapat memperkuat akuntabilitas pelaksanaan program PTSL sekaligus mencegah kebocoran potensi pajak daerah di masa mendatang." pungkas Dahnil Fahmi.
[RED*]